Review: Scheduled Suicide Day (Akiyoshi Rikako)

 

Resensi

 

Judul: Schedulde Suicide Day

Judul asli: Jisatsu Yoteibi

Penulis: Rikako Akiyoshi

Penerjemah: Andry Setiawan

Penyunting: Brigida Ruri ‘Watanabe’

Penyelaras Aksara: Mery Riansyah

Desainer Sampul: Pola

Penata Sampul: @teguhra, @fadiaaaa_

Penerbit: Penerbit Haru

ISBN: 978-602-6383-19-8

Jumlah halaman: 280

Rate: 4,5/5

 

BLURB

 

Ruri yakin ibu tirinya telah membunuh ayahnya.

Tak sanggup hidup bersama ibu tirinya, Ruri bertekad bunuh diri untuk menyusul ayahnya. Ruri akhirnya pergi ke desa yang terkenal sebagai tempat bunuh diri, tapi dia malah bertemu dengan hantu seorang pemuda yang menghentikan niatnya. Hantu itu berjanji akan membantu Ruri menemukan bukti yang disembunyikan oleh ibu tirinya, dengan janji dia akan membiarkan Ruri mencabut nyawanya seminggu kemdian jika bukti tersebut tidak ditemukan.

Itulah jadwal bunuh diri Ruri; satu minggu terhitung dari hari itu.

 

***

Ruri Watanabe punya keluarga bahagia. Ayahnya, Sanao Watanabe adalah koki yang terkenal dengan fengshui makanan, ibunya, Nanami adalah koki pembuat makanan manis.

Nanami meninggal ketika Ruri masih kelas 6 SD dan itu mengubah kehidupannya begitu juga dengan kehidupan Sanao. Meski terpukul, Ruri berusaha menguatkan sang ayah. Dia sangat menyayangi pria itu dan keduanya berusaha untuk melanjutkan hidup.

Beberapa tahun kemudian, Reiko Nakajima muncul dalam kehidupan mereka. Wanita yang dianggap cantik dan keren oleh Ruri itu adalah asisten Sanao-san di Oasis—restoran milik Sanao Watanabe—dan mulai sering datang ke rumah untuk membahas pekerjaan.

Mulanya Ruri tidak keberatan karena dia menganggap Reiko seperti kakak yang tak pernah dimilikinya. Perempuan itu menyenangkan dan membuat Ruri merasa nyaman. Terlebih Ruri menangkap kesan kalau wanita yang sangat suka makan ini sangat menghormati mendiang ibunya.

Tidak masalah.

Sampai suatu hari, Sanao-san bilang ingin menikah dengan Reiko-san.

Rasanya amat tidak benar.

Bagi Ruri, ibunya adalah Nanami. Bukan wanita yang muncul sebagai asisten ayahnya kemarin-kemarin itu.

          Kenapa sekarang mendadak dia harus jadi ibu Ruri?

Apa sih tujuan wanita ini sebenarnya?

Apalagi tak lama kemudian, secara tiba-tiba ayahnya meninggal. Dan…rasanya ada yang disembunyikan oleh Reiko-san.

Ruri harus mencari tahu rahasia itu.

Reiko-san membunuh ayahnya.

Dan wanita itu harus segera ditendang ke penjara.

***

“…Kau yang tidak pernah berpikir ingin mati…memangnya kau tahu apa tentang itu?”

-Ruri-

(hlm. 78)

SSd4.jpg

Bila light novel tidak termasuk dalam novel, maka ini bisa dibilang pertama kalinya saya membaca Japan-literature selain komik.

Pertama saya mengetahui Akiyoshi Rikako dari Reader Squad (cek akun Instagram @readersquad.id untuk informasi lebih jelas) dan akhirnya penasaran untuk membaca.

Kesan pertama yang saya dapat adalah: tulisan yang menyenangkan (dan terima kasih kepada penerjemah) karena alurnya begitu mudah untuk diikuti. Menurut saya, penerjemah novel Jepang ini sukses karena meskipun sudah dalam bentuk alih bahasa, namun kesan “Jepang” tetap saya dapatkan melaui cara mendeskripsikan juga dialognya. Ini agak sulit mengingat beberapa novel terjemahan tampil dalam kemasan yang kaku hingga bisa memengaruhi keasyikan pembaca.

Kisah tentang bunuh diri sendiri di Jepang mungkin tidak aneh karena sepengetahuan saya, Jepang adalah salah satu negara dengan angka kematian disebabkan oleh bunuh diri tertinggi. Hal ini juga kerap diangkat ke dalam manga juga anime.

          Banyak penyebab bunuh diri seperti yang dituturkan dalam novel ini. Kebanyakan menimpa anak yang masih muda seperti remaja atau mereka yang sudah masuk ke dunia orang dewasa. Bagaimanapun, kasus bunuh diri tidak pernah menyenangkan untuk didengar dan terlalu menyedihkan untuk membayangkan bagaimana perasaan keluarga yang ditinggalkan.

 

“Bunuh diri itu bukan masalahmu sendiri. Bunuh diri itu akan membunuh hati orang-orang lain di sekelilingmu juga.”

-Shiina H

iroaki-

(hlm. 85)

 

Kita tahu itu benar. Luka hati karena ditinggalkan oleh orang yang disayangi adalah yang teramat sulit sembuh. Mengobatinya hanyalah dengan merelakan—mencoba.

Karakter-karakter dalam novel ini juga sangat menarik:

Ruri Watanabe yang semula saya kira gadis cantik seperti di kover ternyata anak perempuan dengan penampilan culun yang sulit bergaul; Shiina Hiroaki-Si Hantu (Ganteng) yang suka muncul mendadak (tentu saja karena dia hantu kan?) rupanya lumayan; Reiko Nakajima yang ked

engarannya keren dan wanita karir sukses mungkin cuma wanita berhati dingin yang haus yen; juga Master di kafe yang pandai sekali memasak juga warga Desa Sagamino.

Cara penulis menggambarkan suasana melalui deskripsi, memudahkan pembaca membayangkan bagaimana sosok

karakter juga latar-latar yang mendukung kenikmatan membaca.

Hiroaki yang hadir sebagai sosok hantu ternyata bisa bersikap nakal dan membuat Ruri melotot atau jadi malu. Kalau digambarkan, mungkin dia bakal jadi tokoh cowok bandel yang suka menggoda cewek-cewek.

Mau tidak mau, saya jadi membayangkan kalau novel ini dibuat dalam bentuk anime. Sepertinya seru sekali.

Salah satu pin menariknya adalah informasi tentang makanan dan istilah-istilah yang dipakai dalam dunia restoran. Kadang-kadang, membacanya saja sudah bikin lapar apalagi kalau makanan itu dideskripsikan—katsu don yang renyah, roti penuh selai, teh dan kopi yang hangat. Duh!

Juga, meskipun saya bukan tipe yang percaya dengan ramalan atau sejenisnya (jimat, etc), informasi tentang fengshui lumayan menarik. Saya baru tahu kalau hal tersebut juga diterapkan pada makanan oleh beberapa orang.

Secara keseluruhan, saya betul-betul menyukai novel Akiyoshi Rikako-sensei. Selain hal-hal yang bisa dipetik, juga membuat saya sadar kalau menyakiti diri sendiri akan menyebar luka buat orang lain.

 

Leave a comment